Minggu, 07 April 2013

Jadi Guru Enak Loh



 sumber : Facebook pa arif "To be a teacher, U should more think about that:"

Pernahkah kalian berpikir tentang perkerjaan apa yang akan kalian geluti suatu saat nanti ?

Saya sedang memikirkan hal itu akhir-akhir ini. Entah kenapa pikiran itu muncul di saat saya sedang memasuki episode “perkuliahan penelitian” dan saya sedang berada di trek yang sebentar lagi akan mencapai garis “skripsi”. Saya kuliah di jurusan pendidikan fisika, namun tak pernah sedikitpun muncul di benak saya untuk menjadi seorang guru. Bagi saya menjadi guru adalah pekerjaan yang repot, tiap hari harus mengurusi anak orang, tiap hari harus berangkat pagi, tiap hari harus membuat RPP dan silabus pembelajaran, gaji tidak seberapa. Ya apa enaknya sih jadi guru ?

Mending jadi pengusaha, jelas punya usaha sendiri dong, mau berangkat kapan aja bisa, pasti bisa kaya, punya banyak waktu luang, punya banyak uang, mau ini mau itu bisa beli,
Tapi proses belajar yang saya alami selama ini membuat saya berubah,  merubah paradigm saya tentang guru. Pendidikan telah mengajarkan saya banyak hal tentang hidup, cinta, persahabatan, dan empati. Banyak hal yang saya dapat selama ini tanpa saya sadari semuanya tidak lepas dari proses pendidikan dari mulai TK hingga kuliah sekarang. Ada beberapa alasan yang mulai saya pikirkan ternyata jadi guru itu mulia dan bisa membuat kamu bahagia.

Ikatan Emosional Dengan Masa SMA
Kalau saya ditanya masa-masa apa yang menurut kamu paling indah selama hidup kamu ?
Tanpa ragu saya akan jawab, masa-masa SMA adalah masa yang paling indah selama hidup saya sampai sekarang ini. Mengenang masa-masa SMA membuat kamu selalu menjadi muda. Membicarakan masa “putih abu” tidak akan pernah bosan, masa SMA adalah masa dengan penuh “kebodohan dan keanehan”.
Saya orang yang sangat sulit untuk menangis, apa sih cowo ko nangis, ga banget lah masa mau nangis. Tapi sial saat perpisahan saya menangis di depan teman-teman ! Awalnya saya dan teman-teman maju untuk dikalungkan medali oleh wali kelas, disusul dengan salam-salaman dengan para guru, wakepsek, dan kepsek. Ooh meeen wali kelas saya menangis, dari situ hidung saya udah merah. Dalam hati *plis plis plis ayo tahan nanti aja nangisnya*. Salaman berlanjut dari satu guru ke guru lainnya, sampai salaman dengan pak Roni (Guru Fisika) mata saya udah sembab hidung merah. Sumpah gatau kenapa kok saya tiba-tiba jadi nangis gini, di tahan tahan malah jadi tidak tahan haha. Mungkin saya harus menagis. Saya di peluk dari belakang “BUKKKK”. “Eduu maafin saya ya kalau ada salah, saya akan jauh dari kalian” ternyata si sabiq. Mau gamau saya peluk dia juga. Dengan tangisan yang udah makin menjadi jadi saya bicara sekenanya sambil sesekali menyeka hidung “iya biq hati-hati ya di Malaysia, kamu belajar di sana, jangan nakal lagi”. Pelukan demi pelukan dan tangisan demi tangisan terus berlanjut, semua berpelukan, saat itulah semua kenagan di masa SMA berputar di memori otak saya, saat saya bahagia, saat saya sedih, saat-saat di marahi guru, saat saat nakal, saat terkena visru merah jambu, saat saya belajar untuk menjadi manusia dewasa. Saya dan mereka sudah seperti keluarga lebih dari sekedar sahabat. Walau kadang mereka menjengkelkan, kalau ulang tahun di bully sampai lupa kalau saya manusia, aah tapi semua itu indah untuk dikenang.
Kenangan-kenangan SMA itulah yang ingin selalu saya ingat, menjadi guru jiwa kita akan selalu menjadi muda, menjadi guru akan selalu mengenang masa SMA. Indah bukan untuk dikenang ? bayangan-bayangan ketika masa “putih abu-abu” akan selalu terbayang saat saya menjadi guru kelak.

Kehidupan SMA; Cinta dan Persahabatan
Menjadi guru berarti menjadi orang tua murid di sekolah. Guru bukan sekedar mengajarkan materi pembelajaran di kelas, tapi guru menjadi orang tua yang selalu meluruskan siswa nya saat mereka salah, mensuport siswanya saat mereka patah semanagat, menghibur mereka saat mereka sedih, menjadi orang yang setia mendengarkan curhat siswanya saat mereka mempunyai masalah.  Saya sendiri menyukai kehidupan dan lingkungan sosial yang ada di SMA. Kompetisi yang sehat antar siswa di SMA, segala romantika kehidupan anak remaja, persahabatan, dan rasa empati antar siswa. Saya menyukai hal-hal tentang mereka dan tentang kehidupan mereka. Mengurus anak SMA harus menggunakan pendekatan seperti seorang sahabat, seorang guru tidak bisa memposisikan dirinya terus-menerus sebagai seorang guru. Saya siap ko jadi tempat curhat mereka, secara saya kan pernah SMA juga makan “asam garam” masa SMA haha

Mempunyai Banyak Waktu
Menajdi guru kamu bisa mempunyai banyak waktu untuk keluarga di rumah. Secara kan yah guru masuk jam 7.00, pulang yaah paling jam 14.00 itu pun ga tiap hari seperti itu. Sepulang kerja bisa membangu usaha di rumah, bisa sambil menuluis buku sambil bercengkerama dengan anak istri di rumah melihat anak-anak bermain dan berlarian di sekitar rumah. Dengan begitu selain bisa mengajar kita juga bisa produktif untuk menulis, untuk membuka usaha,  dan menyalurkan hobi kita yang lain. Apa lagi kalau buka usaha di rumah, bah ! enak banget tuh kayaknya. Bisa juga dengan membuka les/private di rumah sesuai dengan  mata pelajaran yang sedang di geluti. Kalau ada yang bilang gaji guru kecil itu salah banget, gaji guru sekarang besar ! Dua kali lipat dari gaji pokok, apa lagi punya usaha sampingan ! Bah lu bisa kaya banget.

Mengabdi Untuk Masyarakat
Efek dari mempunyai banyak waktu itulah yang bisa membuat seorang guru bisa mengabdi lebih banyak kepada masyarakat. Ingat menjadi seorang guru berarti telah menafkahkan “badannya” bukan hanya untuk dirinya sendiri melainkan untuk anak didiknya, untuk pendidikan bangsanya, 240 juta rakyat Indonesia. Seorang guru harus bisa mengabdi untuk masyarakatnya, di manapun seorang guru tinggal, dia bermanfaat untuk orang yang ada di sekelilingnya. Jujur saya sendiri semenjak menginjak usia SMA sangat tertutup atau jarang bergaul dengan masyarakat, bahkan teman-teman satu lingkungan sekalipun. Secara saat saya SMA,  pulang dari sekolah sore sekali, setelah itu mandi makan sholat dan belajar, pagi berangkat sekolah lagi. Waktu saya banyak dihabiskan di sekolah. Dengan menjadi guru, saya punya waktu untuk mengabdi kepada masyarakat.
 
Intinya adalah menjadi seorang guru adalah menjadi orang yang bermanfaat. Menjadi guru berarti ikut andil untuk membangun kader-kader "Manusia" di masa yang akan datang. Pekerjaan apa pun kalau di isi oleh orang yang baik maka pekerjaan itu akan menjadi baik, tapi pekerjaan yang baik kalau diisi oleh orang yang tidak baik maka akan menjadi tidak baik. Saya sedang belajar untuk itu, memperbaiki diri saya untuk menjadi orang baik, untuk masa depan cita dan cinta. Kelak bekerja sebagai apa pun saya akan selalu siap, demi agama, bangsa, dan negara ini. Indonesia Raya ~


Jumat, 01 Maret 2013

LESSON STUDY : Sebuah Proses Pembinaan Guru



Selama pendidikan masih ada, maka selama itu pula masalah-masalah tentang pendidikan akan selalu muncul dan orang pun tak akan henti-hentinya untuk terus membicarakan dan memperdebatkan tentang keberadaannya, mulai dari hal-hal yang bersifat fundamental-filsafiah sampai dengan hal–hal yang sifatnya teknis-operasional. Sebagian besar pembicaraan tentang pendidikan terutama tertuju pada bagaimana upaya untuk menemukan cara yang terbaik guna mencapai pendidikan yang bermutu dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang handal, baik dalam bidang akademis, sosio-personal, maupun vokasional.  (Akhmad Sudrajat, 2008).

"Learning would be exceedingly laborious, not to mention hazardous, if people had to rely solely on the effects of their own actions to inform them what to do. Fortunately, most human behavior is learned observationally through modeling." Albert Bandura

Seperti apa yang dikatakan Bandura, observasi merupakan salah satu bagian yang sangat  penting dalam pengembangan kemampuan. Pengembangan kemampuan guru merupakan salah satu perhatian yang sangat serius di Indonesia.  Perlu adanya sebuah observasi di dalam kelas saat dilakukannya proses pembelajaran. Dengan dilakukannya pengamatan di dalam kelas, kita bisa mengamati proses pembelajaran dan menganalisis proses pembelajaran tersebut agar mendapatkan hasil pembelajaran yang efektif. Sebuah kegiatan yang mewujudkan karakteristik ini adalah lesson study.

Lesson study telah ditetapkan sebagai model yang berharga untuk meningkatkan efektivitas guru. Dalam lesson study guru memberikan kesempatan untuk membangun komunitas belajar profesional, untuk belajar dari satu sama lain, dan untuk berpikir secara mendalam tentang konten dan belajar siswa (Dubin, 2010) Selain itu, literatur menunjukkan bahwa ia memiliki potensi besar sebagai alat yang ampuh untuk memfasilitasi pertumbuhan guru dalam pengetahuan dan pemahaman isi kurikulum, pedagogi, dan belajar siswa, dan untuk mengembangkan kebiasaan pengamatan kritis, analisis, dan refleksi (Bur-roughs & Luebeck , 2010; Chassels & Melville, 2009; Murata & Takahashi, 2002; Perry & Lewis, 2003; Stigler & Hiebert, 1999). Mulyana (2007) mengatakan bahwa lesson study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Adapun menurut Sukirman (2011), lesson study adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan saling memberi untuk membangun masyarakat belajar. Selanjutnya dikatakan bahwa, lesson study merupakan suatu model pembelajaran kolaboratif antara dosen pemberi materi dan kolaborator yang dilaksanakan dalam tiga tahapan kegiatan sebagai berikut. 1) Perencanaan (Plan). Pada kegiatan perencanaan (plan), dilakukan identifikasi masalah yang ada di dalam kelas yang akan digunakan untuk kegiatan lesson study dan perencanaan alternatif pemecahannya. 2) Implementasi pembelajaran (Do). Pada tahap implementasi (do) seorang dosen pemberi materi mengimplementasikan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) di kelas. 3) Observasi serta refleksi (See) terhadap perencanaan dan implementasi pembelajaran tersebut, sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran. Pada tahap refleksi (see), dosen yang mengimplementasikan rencana pelaksanaan pembelajaran diberi kesempatan untuk menyatakan kesan-kesannya selama melaksanakan pembelajaran, baik terhadap dirinya maupun terhadap mahasiswa. Kolaborator yang bertugas sebagai observer memberi masukan berdasarkan data yang diperoleh, sebagai dasar untuk merencanakan kegiatan selanjutnya.

Berdasarkan wawancara dengan sejumlah guru di Jepang, Caterine Lewis mengemukakan bahwa Lesson Study sangat efektif bagi guru karena telah memberikan keuntungan dan kesempatan kepada para guru untuk dapat: (1) memikirkan secara lebih teliti lagi tentang tujuan, materi tertentu yang akan dibelajarkan kepada siswa, (2) memikirkan secara mendalam tentang tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa, misalnya tentang arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara berfikir siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan, (3) mengkaji tentang hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari para guru lain (peserta atau partisipan Lesson Study), (4) belajar tentang isi atau materi pelajaran dari guru lain sehingga dapat menambah pengetahuan tentang apa yang harus diberikan kepada siswa, (5) mengembangkan keahlian dalam mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran maupun selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran, (6) membangun kemampuan melalui pembelajaran kolegial, dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa yang dirasakan masih kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya dalam membelajarkan siswa, dan (7) mengembangkan “The Eyes to See Students” (kodomo wo miru me), dalam arti dengan dihadirkannya para pengamat (obeserver), pengamatan tentang perilaku belajar siswa bisa semakin detail dan jelas (Caterine Lewis, 2002)

Bill Cerbin & Bryan Kopp mengemukakan bahwa Lesson Study memiliki 4 (empat) tujuan utama, yaitu untuk : (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru lainnya, di luar peserta Lesson Study; (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya. Berdasarkan wawancara dengan sejumlah guru di Jepang, Caterine Lewis mengemukakan bahwa Lesson Study sangat efektif bagi guru karena telah memberikan keuntungan dan kesempatan kepada para guru untuk dapat: (1) memikirkan secara lebih teliti lagi tentang tujuan, materi tertentu yang akan dibelajarkan kepada siswa, (2) memikirkan secara mendalam tentang tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa, misalnya tentang arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara berfikir siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan, (3) mengkaji tentang hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari para guru lain (peserta atau partisipan Lesson Study), (4) belajar tentang isi atau materi pelajaran dari guru lain sehingga dapat menambah pengetahuan tentang apa yang harus diberikan kepada siswa, (5) mengembangkan keahlian dalam mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran maupun selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran, (6) membangun kemampuan melalui pembelajaran kolegial, dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa yang dirasakan masih kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya dalam membelajarkan siswa, dan (7) mengembangkan “The Eyes to See Students” (kodomo wo miru me), dalam arti dengan dihadirkannya para pengamat (obeserver), pengamatan tentang perilaku belajar siswa bisa semakin detail dan jelas.
           



luvne.com luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com.com