Sabtu, 05 Desember 2015

Jalan Panjang Pendidikan Menuju Generasi Indonesia Emas Tahun 2045

Tiga puluh tahun ke depan, tepat pada tahun 2045 kita akan merayakan seratus tahun kemerdekaan Indonesia. Program seratus tahun kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 2045 diharapkan menjadi tonggak Tahun Indonesia Emas. Tahun Indonesia Emas merupakan sebuah impian akan lahirnya generasi emas yang mampu memberikan kebaikan dan kebesaran bangsa Indonesia. Indonesia Emas dimaknai dengan wajah Indonesia ke depan yang maju, makmur, modern, madani, dan dihuni oleh masyarakat yang berperadaban. Pada tahun 2045 nanti generasi emas akan diisi oleh manusia yang sekarang berusia 0-20 tahun. Manusia yang sudah berusia 20 tahun, pada tahun 2045 nanti akan berusia 50 tahun, sebuah usia yang matang untuk menjadi seorang pemimpin dan melahirkan generasi-generasi emas berikutnya yang akan menerima tongkat estafet kepemimpinan Indonesia.

Akankah mimpi-mimpi itu terwujud ?

Semua itu akan terwujud bila kita mulai dari hari ini dan terus bekerja keras membangun sumber daya manusia bermutu dan berbudi luhur. Sumber daya manusia yang bermutu merupakan faktor penting dalam pembangunan di era globalisasi saat ini. Pengalaman di banyak negara menunjukkan, sumber daya manusia yang bermutu lebih penting dari pada sumber daya alam yang melimpah. Akan tetapi, beberapa dekade terakhir ini, daya saing bangsa Indonesia di tengah bangsa-bangsa lain cenderung kurang menggembirakan. Salah satunya, tercermin dalam perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sumber daya manusia yang bermutu hanya dapat diwujudkan dengan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa Indonesia.

Ada di posisi manakah Pendidikan Indonesia saat ini ? Sudahkah di jalur yang benar ?
TIMSS adalah studi internasional untuk melihat prestasi matematika dan sains siswa sekolah lanjutan tingkat pertama yang dilakukan empat tahun sekali sejak tahun 1995. Hasil dari kajian internasional ini bisa merefleksikan dan memberikan pemahaman mendalam tentang praktik dan dampak penerapan kebijakan pendidikan yang berbeda di setiap negara yang turut berpartisipasi.
Menurut hasil TIMSS 2011, peringkat anak-anak Indonesia bertengger di posisi 38 dari 42 negara untuk prestasi matematika, dan menduduki posisi 40 dari 42 negara untuk prestasi sains. Rata-rata skor prestasi matematika dan sains berturut-turut adalah 386 dan 406, masih berada signifikan di bawah skor rata-rata internasional. Pada tahun 1999, 2003 dan 2007, posisi prestasi matematika siswa Indonesia secara berturut-turut bertengger di posisi 34 dari 38 negara (skor 403), 35 dari 46 negara (skor 411), 36 dari 49 negara (skor 397). Sedangkan untuk prestasi sains siswa Indonesia bercokol di posisi 32 dari 38 negara (skor 435), 37 dari 46 negara (skor 420), dan 35 dari 49 negara (skor 427).

 Pada tahun 2007 dan 2011 Persentase siswa Indonesia yang mencapai tingkat Very Low dan Low (mengukur knowing), Intermediate (mengukur applying), High (mengukur reasoning), dan Advance (mengukur reasoning with incomplete information) berturut-turut adalah 72% untuk tahun 2007 dan 80 % untuk tahun 2011, 20% untuk tahun 2007 dan 18 % untuk tahun 2011, 8% untuk tahun 2007 dan 2% untuk tahun 2011, 0% pada tahun 2007 dan 2011. Ini berarti sebagian besar siswa SMP di Indonesia hanya menggunakan hafalan untuk menjawab soal hasil belajar IPA. Padahal belajar hafalan terjadi apabila siswa hanya menghafalkan materi baru tanpa mengaitkannya dengan materi yang sudah dipelajari sebelumnya (Ausubel dalam Imansyah, 2007, hlm. 1). Sedangkan siswa dikatakan telah memahami apabila mereka menghubungkan pengetahuan baru dan pengetahuan awal mereka (Anderson & Krathwohl, 2010, hlm. 106). Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran kurang melatihkan kompetensi pengetahuan dan pemecahan masalah pada siswa. Maka salah satu cara untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia adalah dengan cara reformasi peningkatan kualitas pembelajaran dengan mencakup tiga komponen yaitu, guru yang berkompeten, kurikulum yang bisa di adaptasi oleh seluruh siswa, dan pemerataan pendidikan.

Guru yang Berkualitas
Guru yang berkualitas akan menciptakan siswa-siswi yang berkulitas. Guru menjadi juru ramu di dalam kelas untuk membentuk mental, pengetahuan, serta karakter siswa. Guru harus mampu mengoptimalkan semua potensi peserta didik dan mampu mengintegrasikan pendidikan formal yang di dapat dari sekolah dengan pendidikan informal yang di dapat dari lingkungan. Selama ini, para peserta didik kurang memahami secara jelas tujuan akhir dari pendidikan yang mereka tempuh sehingga paradigma yang timbul adalah pendidikan hanya merupakan formalitas belaka. Akibatnya lahirlah lulusan-lulusan yang kurang kompeten yang tidak mampu mengimbangi perubahan zaman.
Berkaca pada persoalan jebloknya hasil TIMSS satu dekade terakhir ini, mulai dari sekarang pembelajaran di kelas harus selalu mengintegrasikan fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dengan teori-teori yang dipelajari di dalam kelas. Siswa tidak melulu belajar untuk menghafal teori didalam kelas, mereka harus terbiasa memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Tentu diperlukan guru yang handal agar kolaborasi dengan siswa dapat menunjang pembelajaran yang mampu menggali pengetahuan-pengetahuan yang baru serta mampu menumbuhkan pola pikir yang kritis dan kreatif. Tyler (1949, dalam Karlimah, 1999) berpendapat bahwa pengalaman atau pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh kemampuan-kemampuan dalam pemecahan masalah dapat merangsang kemampuan berpikir kritis siswa. Berpikir kritis diperlukan dalam rangka memecahkan suatu permasalahan sehingga diperoleh keputusan yang cepat dan tepat.

Kurikulum yang bisa di adaptasi oleh seluruh pelajar 
Kurikulum merupakan resep utama dalam pendidikan. Jika diibaratkan sebuah masakan, kurikulum merupakan resep utama sebelum membentuk sebuah masakan. Kurikulum pendidikan Nasional memegang peranan yang sangat sentral dalam menentukan proses pembelajaran. Tanpa kurikulum nasional yang jelas niscaya akan terbentuk manusia-manusia Indonesia yang berkualitas. Sekarang telah terjadi kegalauan nasional di dunia pendidikan dengan adanya dua kurikulum yang sedang berjalan. Pemerintah seaakan menutup mata dengan hadirnya dua kurikulum, sekolah yang dipandang mapan menggunakan Kurikulum 2013 sedangkan sekolah yang belum mapan masih menggunakan kurikulum KTSP. Dua kurikulum yang berbeda ini akan menghasilkan dua kriteria kelululusan siswa yang berbeda, antara siswa yang menggunakan kurikulum KTSP dengan siswa yang menggunakan kurikulum 2013 memiliki desain kelulusan yang berbeda.
Perlu adanya kurikulum yang dapat dipakai dan diadaptasi oleh seluruh siswa di Indonesia. Kita butuh kurikulum yag bisa diadaptasi oleh para siswa yang bersekolah di kaki gunung, para siswa yang bersekolah di pulau terluar, di kota, di seberang pulau, karena Indonesia ini luas bung ! Grand Desain kurikulum ini harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan Nasional abad XXI. Indonesia sedang mengupayakan agar tercipta manusia-manusia yang berkualitas sebagai penerus bangsa. Khususnya manusia-manusia yang memiliki kemampuan lebih dalam berpikir tingkat tinggi. Sesuai dengan 21st Century Partnership Learning Framework (BSNP, 2006, hlm. 44), yang mengatakan bahwa “Sumber Daya Manusia abad XXI harus memiliki beberapa kompetensi atau keahlian, antara lain kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical Thinking and Problem Solving Skills).” Tiga ketermpilan yang harus dikuasai pada abad XXI adalah (1) life and career skills, (2) learning and innovation skills, dan (3) Information media and technology skills.

Pemerataan Pendidikan
Ini tentang mimpi Indonesia menuju tahun emasnya, masih ada waktu 30 tahun untuk membenahi segala carut marut pendidikan di negeri ini. Membangun sumber daya manusia melalui jalur pendidikan harus melewati jutaan hari. Tidak ada yang instan ! China butuh 20 tahun, Jepang butuh 50 tahun, Korea Selatan dan Singapura juga demikian. Tersisa 30 tahun lagi untuk merajut Generasi Indonesia Emas 2045. Merajut asa pendidikan di bumi NKRI ini berat, pendidikan harus menjangkau ribuan pulau. Anak-anak Indonesia hanya butuh sekolah yang layak, buku yang layak, guru yang layak, dan sistem yang layak. Bagaimana dengan medan yang berat ?
Bangun dulu sarana dan prasarana pendidikan untuk mereka, setidaknya itu menjadi penyemangat untuk mereka ke sekolah. Sarana dan prasarana pendidikan yang layak bagi mereka sudah cukup menjadi obat pelipur lara di tengah terik matahari berjalan puluhan kilo bahkan bergelantungan di atas tali yang di bawahnya ada arus sungai yang deras. 

0 komentar:

Posting Komentar

luvne.com luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com.com