Tiga puluh tahun ke depan, tepat pada
tahun 2045 kita akan merayakan seratus tahun kemerdekaan Indonesia. Program
seratus tahun kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 2045 diharapkan menjadi
tonggak Tahun Indonesia Emas. Tahun Indonesia Emas merupakan sebuah impian akan
lahirnya generasi emas yang mampu memberikan kebaikan dan kebesaran bangsa
Indonesia. Indonesia Emas dimaknai dengan wajah Indonesia ke depan yang maju,
makmur, modern, madani, dan dihuni oleh masyarakat yang berperadaban. Pada
tahun 2045 nanti generasi emas akan diisi oleh manusia yang sekarang berusia
0-20 tahun. Manusia yang sudah berusia 20 tahun, pada tahun 2045 nanti akan
berusia 50 tahun, sebuah usia yang matang untuk menjadi seorang pemimpin dan melahirkan
generasi-generasi emas berikutnya yang akan menerima tongkat estafet
kepemimpinan Indonesia.
Akankah
mimpi-mimpi itu terwujud ?
Semua itu akan terwujud bila kita mulai
dari hari ini dan terus bekerja keras membangun sumber daya manusia bermutu dan
berbudi luhur. Sumber daya manusia yang bermutu merupakan faktor penting dalam
pembangunan di era globalisasi saat ini. Pengalaman di banyak negara
menunjukkan, sumber daya manusia yang bermutu lebih penting dari pada sumber
daya alam yang melimpah. Akan tetapi, beberapa dekade terakhir ini, daya saing
bangsa Indonesia di tengah bangsa-bangsa lain cenderung kurang menggembirakan.
Salah satunya, tercermin dalam perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Sumber daya manusia yang bermutu hanya dapat diwujudkan dengan pendidikan yang
bermutu. Oleh karena itu, upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan hal yang
tidak dapat ditawar lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia
bangsa Indonesia.
Ada di posisi manakah Pendidikan
Indonesia saat ini ? Sudahkah di jalur yang benar ?
TIMSS adalah studi internasional untuk
melihat prestasi matematika dan sains siswa sekolah lanjutan tingkat pertama
yang dilakukan empat tahun sekali sejak tahun 1995. Hasil dari kajian
internasional ini bisa merefleksikan dan memberikan pemahaman mendalam tentang
praktik dan dampak penerapan kebijakan pendidikan yang berbeda di setiap negara
yang turut berpartisipasi.
Menurut hasil TIMSS 2011, peringkat
anak-anak Indonesia bertengger di posisi 38 dari 42 negara untuk prestasi
matematika, dan menduduki posisi 40 dari 42 negara untuk prestasi sains.
Rata-rata skor prestasi matematika dan sains berturut-turut adalah 386 dan 406,
masih berada signifikan di bawah skor rata-rata internasional. Pada tahun 1999,
2003 dan 2007, posisi prestasi matematika siswa Indonesia secara berturut-turut
bertengger di posisi 34 dari 38 negara (skor 403), 35 dari 46 negara (skor
411), 36 dari 49 negara (skor 397). Sedangkan untuk prestasi sains siswa
Indonesia bercokol di posisi 32 dari 38 negara (skor 435), 37 dari 46 negara
(skor 420), dan 35 dari 49 negara (skor 427).
Guru
yang Berkualitas
Guru yang berkualitas akan menciptakan
siswa-siswi yang berkulitas. Guru menjadi juru ramu di dalam kelas untuk
membentuk mental, pengetahuan, serta karakter siswa. Guru harus mampu
mengoptimalkan semua potensi peserta didik dan mampu mengintegrasikan pendidikan
formal yang di dapat dari sekolah dengan pendidikan informal yang di dapat dari
lingkungan. Selama ini, para peserta didik kurang memahami secara jelas tujuan
akhir dari pendidikan yang mereka tempuh sehingga paradigma yang timbul adalah
pendidikan hanya merupakan formalitas belaka. Akibatnya lahirlah
lulusan-lulusan yang kurang kompeten yang tidak mampu mengimbangi perubahan
zaman.
Berkaca pada persoalan
jebloknya hasil TIMSS satu dekade terakhir ini, mulai dari sekarang pembelajaran
di kelas harus selalu mengintegrasikan fenomena-fenomena yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari dengan teori-teori yang dipelajari di dalam kelas. Siswa
tidak melulu belajar untuk menghafal teori didalam kelas, mereka harus terbiasa
memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Tentu
diperlukan guru yang handal agar kolaborasi dengan siswa dapat menunjang
pembelajaran yang mampu menggali pengetahuan-pengetahuan yang baru serta mampu
menumbuhkan pola pikir yang kritis dan kreatif. Tyler (1949, dalam Karlimah,
1999) berpendapat bahwa pengalaman atau pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk memperoleh kemampuan-kemampuan dalam pemecahan masalah dapat
merangsang kemampuan berpikir kritis siswa. Berpikir kritis diperlukan dalam
rangka memecahkan suatu permasalahan sehingga diperoleh keputusan yang cepat
dan tepat.
Kurikulum
yang bisa di adaptasi oleh seluruh pelajar
Kurikulum merupakan resep utama dalam
pendidikan. Jika diibaratkan sebuah masakan, kurikulum merupakan resep utama
sebelum membentuk sebuah masakan. Kurikulum pendidikan Nasional memegang
peranan yang sangat sentral dalam menentukan proses pembelajaran. Tanpa
kurikulum nasional yang jelas niscaya akan terbentuk manusia-manusia Indonesia
yang berkualitas. Sekarang telah terjadi kegalauan nasional di dunia pendidikan
dengan adanya dua kurikulum yang sedang berjalan. Pemerintah seaakan menutup
mata dengan hadirnya dua kurikulum, sekolah yang dipandang mapan menggunakan
Kurikulum 2013 sedangkan sekolah yang belum mapan masih menggunakan kurikulum
KTSP. Dua kurikulum yang berbeda ini akan menghasilkan dua kriteria kelululusan
siswa yang berbeda, antara siswa yang menggunakan kurikulum KTSP dengan siswa
yang menggunakan kurikulum 2013 memiliki desain kelulusan yang berbeda.
Perlu adanya kurikulum yang dapat
dipakai dan diadaptasi oleh seluruh siswa di Indonesia. Kita butuh kurikulum yag bisa diadaptasi oleh para siswa yang bersekolah di kaki gunung, para siswa yang bersekolah di pulau terluar, di kota, di seberang pulau, karena Indonesia ini luas bung ! Grand Desain kurikulum ini harus disesuaikan dengan tujuan
pendidikan Nasional abad XXI. Indonesia sedang mengupayakan agar tercipta manusia-manusia yang berkualitas sebagai
penerus bangsa. Khususnya manusia-manusia yang memiliki kemampuan lebih dalam
berpikir tingkat tinggi. Sesuai dengan 21st
Century Partnership Learning Framework (BSNP, 2006, hlm. 44), yang mengatakan bahwa “Sumber Daya Manusia
abad XXI harus memiliki beberapa kompetensi atau keahlian, antara lain
kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical Thinking and Problem Solving Skills).”
Tiga ketermpilan yang harus dikuasai pada abad XXI adalah (1) life and career skills, (2) learning and innovation skills, dan (3) Information media and technology skills.
Pemerataan
Pendidikan
Ini tentang mimpi Indonesia menuju tahun
emasnya, masih ada waktu 30 tahun untuk membenahi segala carut marut pendidikan
di negeri ini. Membangun sumber daya manusia melalui jalur pendidikan harus
melewati jutaan hari. Tidak ada yang instan ! China butuh 20 tahun, Jepang
butuh 50 tahun, Korea Selatan dan Singapura juga demikian. Tersisa 30 tahun lagi
untuk merajut Generasi Indonesia Emas 2045. Merajut asa pendidikan di bumi NKRI
ini berat, pendidikan harus menjangkau ribuan pulau. Anak-anak Indonesia
hanya butuh sekolah yang layak, buku yang layak, guru yang layak, dan sistem
yang layak. Bagaimana dengan medan yang berat ?
Bangun dulu sarana dan prasarana
pendidikan untuk mereka, setidaknya itu menjadi penyemangat untuk mereka ke
sekolah. Sarana dan prasarana pendidikan yang layak bagi mereka sudah cukup
menjadi obat pelipur lara di tengah terik matahari berjalan puluhan kilo bahkan
bergelantungan di atas tali yang di bawahnya ada arus sungai yang deras.