Sabtu, 05 Desember 2015

Jalan Panjang Pendidikan Menuju Generasi Indonesia Emas Tahun 2045

Tiga puluh tahun ke depan, tepat pada tahun 2045 kita akan merayakan seratus tahun kemerdekaan Indonesia. Program seratus tahun kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 2045 diharapkan menjadi tonggak Tahun Indonesia Emas. Tahun Indonesia Emas merupakan sebuah impian akan lahirnya generasi emas yang mampu memberikan kebaikan dan kebesaran bangsa Indonesia. Indonesia Emas dimaknai dengan wajah Indonesia ke depan yang maju, makmur, modern, madani, dan dihuni oleh masyarakat yang berperadaban. Pada tahun 2045 nanti generasi emas akan diisi oleh manusia yang sekarang berusia 0-20 tahun. Manusia yang sudah berusia 20 tahun, pada tahun 2045 nanti akan berusia 50 tahun, sebuah usia yang matang untuk menjadi seorang pemimpin dan melahirkan generasi-generasi emas berikutnya yang akan menerima tongkat estafet kepemimpinan Indonesia.

Akankah mimpi-mimpi itu terwujud ?

Semua itu akan terwujud bila kita mulai dari hari ini dan terus bekerja keras membangun sumber daya manusia bermutu dan berbudi luhur. Sumber daya manusia yang bermutu merupakan faktor penting dalam pembangunan di era globalisasi saat ini. Pengalaman di banyak negara menunjukkan, sumber daya manusia yang bermutu lebih penting dari pada sumber daya alam yang melimpah. Akan tetapi, beberapa dekade terakhir ini, daya saing bangsa Indonesia di tengah bangsa-bangsa lain cenderung kurang menggembirakan. Salah satunya, tercermin dalam perbandingan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Sumber daya manusia yang bermutu hanya dapat diwujudkan dengan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa Indonesia.

Ada di posisi manakah Pendidikan Indonesia saat ini ? Sudahkah di jalur yang benar ?
TIMSS adalah studi internasional untuk melihat prestasi matematika dan sains siswa sekolah lanjutan tingkat pertama yang dilakukan empat tahun sekali sejak tahun 1995. Hasil dari kajian internasional ini bisa merefleksikan dan memberikan pemahaman mendalam tentang praktik dan dampak penerapan kebijakan pendidikan yang berbeda di setiap negara yang turut berpartisipasi.
Menurut hasil TIMSS 2011, peringkat anak-anak Indonesia bertengger di posisi 38 dari 42 negara untuk prestasi matematika, dan menduduki posisi 40 dari 42 negara untuk prestasi sains. Rata-rata skor prestasi matematika dan sains berturut-turut adalah 386 dan 406, masih berada signifikan di bawah skor rata-rata internasional. Pada tahun 1999, 2003 dan 2007, posisi prestasi matematika siswa Indonesia secara berturut-turut bertengger di posisi 34 dari 38 negara (skor 403), 35 dari 46 negara (skor 411), 36 dari 49 negara (skor 397). Sedangkan untuk prestasi sains siswa Indonesia bercokol di posisi 32 dari 38 negara (skor 435), 37 dari 46 negara (skor 420), dan 35 dari 49 negara (skor 427).

 Pada tahun 2007 dan 2011 Persentase siswa Indonesia yang mencapai tingkat Very Low dan Low (mengukur knowing), Intermediate (mengukur applying), High (mengukur reasoning), dan Advance (mengukur reasoning with incomplete information) berturut-turut adalah 72% untuk tahun 2007 dan 80 % untuk tahun 2011, 20% untuk tahun 2007 dan 18 % untuk tahun 2011, 8% untuk tahun 2007 dan 2% untuk tahun 2011, 0% pada tahun 2007 dan 2011. Ini berarti sebagian besar siswa SMP di Indonesia hanya menggunakan hafalan untuk menjawab soal hasil belajar IPA. Padahal belajar hafalan terjadi apabila siswa hanya menghafalkan materi baru tanpa mengaitkannya dengan materi yang sudah dipelajari sebelumnya (Ausubel dalam Imansyah, 2007, hlm. 1). Sedangkan siswa dikatakan telah memahami apabila mereka menghubungkan pengetahuan baru dan pengetahuan awal mereka (Anderson & Krathwohl, 2010, hlm. 106). Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran kurang melatihkan kompetensi pengetahuan dan pemecahan masalah pada siswa. Maka salah satu cara untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia adalah dengan cara reformasi peningkatan kualitas pembelajaran dengan mencakup tiga komponen yaitu, guru yang berkompeten, kurikulum yang bisa di adaptasi oleh seluruh siswa, dan pemerataan pendidikan.

Guru yang Berkualitas
Guru yang berkualitas akan menciptakan siswa-siswi yang berkulitas. Guru menjadi juru ramu di dalam kelas untuk membentuk mental, pengetahuan, serta karakter siswa. Guru harus mampu mengoptimalkan semua potensi peserta didik dan mampu mengintegrasikan pendidikan formal yang di dapat dari sekolah dengan pendidikan informal yang di dapat dari lingkungan. Selama ini, para peserta didik kurang memahami secara jelas tujuan akhir dari pendidikan yang mereka tempuh sehingga paradigma yang timbul adalah pendidikan hanya merupakan formalitas belaka. Akibatnya lahirlah lulusan-lulusan yang kurang kompeten yang tidak mampu mengimbangi perubahan zaman.
Berkaca pada persoalan jebloknya hasil TIMSS satu dekade terakhir ini, mulai dari sekarang pembelajaran di kelas harus selalu mengintegrasikan fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dengan teori-teori yang dipelajari di dalam kelas. Siswa tidak melulu belajar untuk menghafal teori didalam kelas, mereka harus terbiasa memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Tentu diperlukan guru yang handal agar kolaborasi dengan siswa dapat menunjang pembelajaran yang mampu menggali pengetahuan-pengetahuan yang baru serta mampu menumbuhkan pola pikir yang kritis dan kreatif. Tyler (1949, dalam Karlimah, 1999) berpendapat bahwa pengalaman atau pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh kemampuan-kemampuan dalam pemecahan masalah dapat merangsang kemampuan berpikir kritis siswa. Berpikir kritis diperlukan dalam rangka memecahkan suatu permasalahan sehingga diperoleh keputusan yang cepat dan tepat.

Kurikulum yang bisa di adaptasi oleh seluruh pelajar 
Kurikulum merupakan resep utama dalam pendidikan. Jika diibaratkan sebuah masakan, kurikulum merupakan resep utama sebelum membentuk sebuah masakan. Kurikulum pendidikan Nasional memegang peranan yang sangat sentral dalam menentukan proses pembelajaran. Tanpa kurikulum nasional yang jelas niscaya akan terbentuk manusia-manusia Indonesia yang berkualitas. Sekarang telah terjadi kegalauan nasional di dunia pendidikan dengan adanya dua kurikulum yang sedang berjalan. Pemerintah seaakan menutup mata dengan hadirnya dua kurikulum, sekolah yang dipandang mapan menggunakan Kurikulum 2013 sedangkan sekolah yang belum mapan masih menggunakan kurikulum KTSP. Dua kurikulum yang berbeda ini akan menghasilkan dua kriteria kelululusan siswa yang berbeda, antara siswa yang menggunakan kurikulum KTSP dengan siswa yang menggunakan kurikulum 2013 memiliki desain kelulusan yang berbeda.
Perlu adanya kurikulum yang dapat dipakai dan diadaptasi oleh seluruh siswa di Indonesia. Kita butuh kurikulum yag bisa diadaptasi oleh para siswa yang bersekolah di kaki gunung, para siswa yang bersekolah di pulau terluar, di kota, di seberang pulau, karena Indonesia ini luas bung ! Grand Desain kurikulum ini harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan Nasional abad XXI. Indonesia sedang mengupayakan agar tercipta manusia-manusia yang berkualitas sebagai penerus bangsa. Khususnya manusia-manusia yang memiliki kemampuan lebih dalam berpikir tingkat tinggi. Sesuai dengan 21st Century Partnership Learning Framework (BSNP, 2006, hlm. 44), yang mengatakan bahwa “Sumber Daya Manusia abad XXI harus memiliki beberapa kompetensi atau keahlian, antara lain kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical Thinking and Problem Solving Skills).” Tiga ketermpilan yang harus dikuasai pada abad XXI adalah (1) life and career skills, (2) learning and innovation skills, dan (3) Information media and technology skills.

Pemerataan Pendidikan
Ini tentang mimpi Indonesia menuju tahun emasnya, masih ada waktu 30 tahun untuk membenahi segala carut marut pendidikan di negeri ini. Membangun sumber daya manusia melalui jalur pendidikan harus melewati jutaan hari. Tidak ada yang instan ! China butuh 20 tahun, Jepang butuh 50 tahun, Korea Selatan dan Singapura juga demikian. Tersisa 30 tahun lagi untuk merajut Generasi Indonesia Emas 2045. Merajut asa pendidikan di bumi NKRI ini berat, pendidikan harus menjangkau ribuan pulau. Anak-anak Indonesia hanya butuh sekolah yang layak, buku yang layak, guru yang layak, dan sistem yang layak. Bagaimana dengan medan yang berat ?
Bangun dulu sarana dan prasarana pendidikan untuk mereka, setidaknya itu menjadi penyemangat untuk mereka ke sekolah. Sarana dan prasarana pendidikan yang layak bagi mereka sudah cukup menjadi obat pelipur lara di tengah terik matahari berjalan puluhan kilo bahkan bergelantungan di atas tali yang di bawahnya ada arus sungai yang deras. 

Kamis, 13 November 2014

Urgensi TIK dalam Pembelajaran Pada kurikulum 2013


Dokumentasi pribadi (pembelajaran di dalam kelas)

Bangsa yang memiliki kualitas pendidikan yang baik, dapat dipastikan bangsa tersebut secara nyata telah mempunyai pijakan untuk membangun masa depan bangsanya. Pendidikan merupakan investasi nyata untuk membangun peradaban. Jepang sudah membuktikan bahwa dengan pendidikan lah mereka bisa membangun hagemoni bangsanya. Ketika terjadi tragedi pengeboman kota Hiroshima dan Nagasaki oleh sekutu, Kaisar Hirohito tidak bertanya berapa banyak tentara yang tersisa dan tidak juga bertanya berapa kerugiaan yang di derita negaranya. Namun, beliau mengajukan satu pertanyaan yang sangat fenomenal. Pertanyaan itu adalah: Berapa banyak guru yang masih tersisa ? Sang kaisar sadar untuk memulihkan rakyat setelah perang yang panjang dibutuhkan sebuah metode kejut untuk memulihkan mental bangsanya. Apa yang telah dirintis pemerintah Jepang untuk mencerdaskan bangsanya melalui jalur pendidikan menuai hasil yang signifikan dalam waktu kurang dari setengah abad.  Negara yang porak poranda akibat perang, beringsut secara perlahan membangun hagemoni bangsanya menjadi negara yang disegani di mata dunia. Korelasi antara majunya pendidikan Jepang dan kemajuan industrinya benar-benar terwujud. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan bangsa Jepang tumbuh menjadi negara industri utama di Asia dan sejajar dengan bangsa-bangsa Eropa. Dunia telah mencatat sejarah ini, bagaimana sebuah negara yang hancur akibat perang dengan sumber daya alam yang minim bisa menjadi negara maju dengan menerapkan metode dan dan konsep pendidikan yang sesuai dengan negaranya.

Bila melihat sejarah betapa krusialnya peran pendidikan bagi kemajuan sebuah negara, maka Indonesia sudah sepantasnya untuk memperbaiki kualitas pendidikan untuk kemajuan bangsa. Terdapat banyak perspektif dalam merumuskan parameterisasi pendidikan yang baik, namun tak bisa mengelak bahwa guru merupakan salah satu faktor penentu kualitas pendidikan. Kualitas guru adalah hal yang paling krusial. Guru bisa diibaratkan sebagai juru kemudi dalam sebuah kapal yang besar dan siswa menjadi penumpangnya. Guru harus mampu mengoptimalkan semua potensi peserta didik dan mampu mengintegrasikan pendidikan formal yang di dapat dari sekolah dengan pendidikan informal yang di dapat dari lingkungan.

TIK untuk pendidikan (sumber)

Dengan lahirnya guru-guru yang kompeten dan ditunjang dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, semoga pendidikan menjadi sebuah tonggak awal untuk membangun kemajuan sumber daya manusia di Indonesia. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sudah masuk pengaruhnya dalam semua lini kehidupan, termasuk ke dalam pendidikan. Pengaruh  teknologi  dalam  bidang  pendidikan ternyata  disambut  baik  oleh  kurikulum  pendidikan  saat  ini. Kurikulum 2013 membawa angin segar bagi perkembangan pendidikan di Indonesia. Dengan lahirnya kurikulum 2013 peran teknologi dalam pembelajaran di dalam kelas amat sangat dibutuhkan.

Menurut Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang standar proses pendidikan bahwa poses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Dengan demikian, upaya pengembangan proses pembelajaran di sekolah dapat dilakukan dengan melakukan proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat kegiatan yang berorientasi pada siswa secara aktif (student centre) menggunakan pendekatan ilmiah (Sientific Approach). Hampir semua sekolah sudah meggunakan kurikulum 2013, artinya setiap pembelajaran yang dilakukan di kelas harus mengandung tahapan-tahapan dalam pendekatan ilmiah.

URGENSI TIK DALAM PEMBELAJARAN DI KELAS
Dengan pendekatan ilmiah, maka pembelajaran di kelas harus mengandung unsur mengamati, menanya, mencari informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.

Mengamati
Pada tahap ini siswa harus mengamati sebuah fenomena dalam kehidupan sehari-hari atau pun dilingkungannya. Masalah muncul ketika materi yang sedang diajarkan memerlukan sebuah fenomena yang tidak mampu dihadirkan di dalam kelas (Contoh: fenomena penggabungan dua inti atom ringan menjadi sebuah inti atom berat). Bisa juga fenomena tersebut membutuhkan sebuah gambaran yang jelas mengenai suatu konsep. Di sinilah peran TIK dibutuhkan. Dimana sebuah fenomena akan lebih gamblang bila ditampilkan dengan sebuah Video atau animasi interaktif.


Contoh video pembelajaran (Video buatan pribadi dengan tiga orang teman)
Menanya
Pada kegiatan menanya ini, siswa dibimbing dan difasilitasi untuk bisa mengajukan pertanyaan atau menemukan hal-hal yang perlu dipertanyakan, perlu diperjelas dan dibimbing agar mempunyai kemampuan mencari dan menemukan penjelasan tambahan berupa fakta, konsep, prinsip atau prosedur tentang dan atau konten yang terkait dengan hal yang sedang dipelajari. Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap mengamati. Dalam tahap ini siswa diharuskan menanya dari fenomena yang disuguhkan pada tahap sebelumnya (Tahap mengamati). Ini artinya setiap guru harus memberikan sebuah suguhan yang menarik agar siswa mampu bertanya. Di sinilah peran TIK dibutuhkan, bagaimana guru harus mengemas sebuah fenomena dalam kehidupan sehari-hari dan ditampikan di dalam kelas agar siswa mau mengajukan pertanyaan.



animasi interaktif untuk merangsang siswa agar bertanya (Animasi buatan pribadi dengan tiga orang teman)

Mencari Informasi
Tahap mencari informasi merupakan tindak lanjut dari Tahap Menanya. Pada tahap ini siswa harus menggali informasi dari berbagai sumber, baik berupa blog, buku, jurnal, praktikum dan lain sebagainya. Di sini peran TIK dibutuhkan, Teknologi informasi sangat membantu para siswa untuk menggali informasi serinci mungkin dalam proses pembelajaran.


Contoh blog pembelajaran buatan pribadi (Bisa di akses di Perpindahankalor.blogspot.com )

Mengasosiasi
Pada tahap ini siswa akan mengolah data atau informasi. Peran TIK dibutuhkan untuk mengolah informasi yang sudah mereka dapatkan pada tahap sebelumnya. Jika pada tahap sebelumnya siswa mencari informasi dengan menggunakan praktikum, menggunakan aplikasi pengolah data akan lebih mudah untuk merepresentasikan hasil praktikum tersebut. Contoh aplikasi yang digunakan untuk mengolah data adalah Microsoft Excel, SPSS, dan microcal origin. Dalam aplikasi tersebut siswa bisa mengolah data ataupun membuat sebuah grafik.

Grafik yang dibuat oleh siswa menggunakan aplikasi microcal origin

Mengkomunikasikan
Tahap mengkomunkasikan merupakan tahap dimana siswa harus bisa mengkomunikasikan informasi yang mereka peroleh dalam pembelajaran. TIK dibutuhkan untuk membantu siswa mengkomunikasikan informasi apa yang mereka peroleh. Salah satu aplikasi yang biasa digunakan adalah Microsoft Power Point.

Dengan demikian, TIK sangat dibutuhkan untuk melatih para siswa agar dapat menguasai pengetahuan, konsep, memiliki kecakapan ilmiah, memiliki kemampuan proses sains, kemampuan berpikir kritis dan kreatif.

Ini merupakan sebuah tantangan bagi guru di masa sekarang dimana kemajuan teknologi dan informasi mutlak harus dikuasai oleh seorang guru agar pembelajaran yang dilakukan di kelas adalah pembelajaran interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik sesuai dengan Permendikbud No. 65 Tahun 2013. Perubahan paradigma pengelolaan kelas dari konvensional menjadi kontemporer dengan mengaplikasikan kemajuan TIK memang membutuhkan kerja keras dan kemauan dari setiap guru. Harapannya tentu saja agar generasi Indonesia yang akan datang menjadi generasi yang lebih baik.


Minggu, 07 April 2013

Jadi Guru Enak Loh



 sumber : Facebook pa arif "To be a teacher, U should more think about that:"

Pernahkah kalian berpikir tentang perkerjaan apa yang akan kalian geluti suatu saat nanti ?

Saya sedang memikirkan hal itu akhir-akhir ini. Entah kenapa pikiran itu muncul di saat saya sedang memasuki episode “perkuliahan penelitian” dan saya sedang berada di trek yang sebentar lagi akan mencapai garis “skripsi”. Saya kuliah di jurusan pendidikan fisika, namun tak pernah sedikitpun muncul di benak saya untuk menjadi seorang guru. Bagi saya menjadi guru adalah pekerjaan yang repot, tiap hari harus mengurusi anak orang, tiap hari harus berangkat pagi, tiap hari harus membuat RPP dan silabus pembelajaran, gaji tidak seberapa. Ya apa enaknya sih jadi guru ?

Mending jadi pengusaha, jelas punya usaha sendiri dong, mau berangkat kapan aja bisa, pasti bisa kaya, punya banyak waktu luang, punya banyak uang, mau ini mau itu bisa beli,
Tapi proses belajar yang saya alami selama ini membuat saya berubah,  merubah paradigm saya tentang guru. Pendidikan telah mengajarkan saya banyak hal tentang hidup, cinta, persahabatan, dan empati. Banyak hal yang saya dapat selama ini tanpa saya sadari semuanya tidak lepas dari proses pendidikan dari mulai TK hingga kuliah sekarang. Ada beberapa alasan yang mulai saya pikirkan ternyata jadi guru itu mulia dan bisa membuat kamu bahagia.

Ikatan Emosional Dengan Masa SMA
Kalau saya ditanya masa-masa apa yang menurut kamu paling indah selama hidup kamu ?
Tanpa ragu saya akan jawab, masa-masa SMA adalah masa yang paling indah selama hidup saya sampai sekarang ini. Mengenang masa-masa SMA membuat kamu selalu menjadi muda. Membicarakan masa “putih abu” tidak akan pernah bosan, masa SMA adalah masa dengan penuh “kebodohan dan keanehan”.
Saya orang yang sangat sulit untuk menangis, apa sih cowo ko nangis, ga banget lah masa mau nangis. Tapi sial saat perpisahan saya menangis di depan teman-teman ! Awalnya saya dan teman-teman maju untuk dikalungkan medali oleh wali kelas, disusul dengan salam-salaman dengan para guru, wakepsek, dan kepsek. Ooh meeen wali kelas saya menangis, dari situ hidung saya udah merah. Dalam hati *plis plis plis ayo tahan nanti aja nangisnya*. Salaman berlanjut dari satu guru ke guru lainnya, sampai salaman dengan pak Roni (Guru Fisika) mata saya udah sembab hidung merah. Sumpah gatau kenapa kok saya tiba-tiba jadi nangis gini, di tahan tahan malah jadi tidak tahan haha. Mungkin saya harus menagis. Saya di peluk dari belakang “BUKKKK”. “Eduu maafin saya ya kalau ada salah, saya akan jauh dari kalian” ternyata si sabiq. Mau gamau saya peluk dia juga. Dengan tangisan yang udah makin menjadi jadi saya bicara sekenanya sambil sesekali menyeka hidung “iya biq hati-hati ya di Malaysia, kamu belajar di sana, jangan nakal lagi”. Pelukan demi pelukan dan tangisan demi tangisan terus berlanjut, semua berpelukan, saat itulah semua kenagan di masa SMA berputar di memori otak saya, saat saya bahagia, saat saya sedih, saat-saat di marahi guru, saat saat nakal, saat terkena visru merah jambu, saat saya belajar untuk menjadi manusia dewasa. Saya dan mereka sudah seperti keluarga lebih dari sekedar sahabat. Walau kadang mereka menjengkelkan, kalau ulang tahun di bully sampai lupa kalau saya manusia, aah tapi semua itu indah untuk dikenang.
Kenangan-kenangan SMA itulah yang ingin selalu saya ingat, menjadi guru jiwa kita akan selalu menjadi muda, menjadi guru akan selalu mengenang masa SMA. Indah bukan untuk dikenang ? bayangan-bayangan ketika masa “putih abu-abu” akan selalu terbayang saat saya menjadi guru kelak.

Kehidupan SMA; Cinta dan Persahabatan
Menjadi guru berarti menjadi orang tua murid di sekolah. Guru bukan sekedar mengajarkan materi pembelajaran di kelas, tapi guru menjadi orang tua yang selalu meluruskan siswa nya saat mereka salah, mensuport siswanya saat mereka patah semanagat, menghibur mereka saat mereka sedih, menjadi orang yang setia mendengarkan curhat siswanya saat mereka mempunyai masalah.  Saya sendiri menyukai kehidupan dan lingkungan sosial yang ada di SMA. Kompetisi yang sehat antar siswa di SMA, segala romantika kehidupan anak remaja, persahabatan, dan rasa empati antar siswa. Saya menyukai hal-hal tentang mereka dan tentang kehidupan mereka. Mengurus anak SMA harus menggunakan pendekatan seperti seorang sahabat, seorang guru tidak bisa memposisikan dirinya terus-menerus sebagai seorang guru. Saya siap ko jadi tempat curhat mereka, secara saya kan pernah SMA juga makan “asam garam” masa SMA haha

Mempunyai Banyak Waktu
Menajdi guru kamu bisa mempunyai banyak waktu untuk keluarga di rumah. Secara kan yah guru masuk jam 7.00, pulang yaah paling jam 14.00 itu pun ga tiap hari seperti itu. Sepulang kerja bisa membangu usaha di rumah, bisa sambil menuluis buku sambil bercengkerama dengan anak istri di rumah melihat anak-anak bermain dan berlarian di sekitar rumah. Dengan begitu selain bisa mengajar kita juga bisa produktif untuk menulis, untuk membuka usaha,  dan menyalurkan hobi kita yang lain. Apa lagi kalau buka usaha di rumah, bah ! enak banget tuh kayaknya. Bisa juga dengan membuka les/private di rumah sesuai dengan  mata pelajaran yang sedang di geluti. Kalau ada yang bilang gaji guru kecil itu salah banget, gaji guru sekarang besar ! Dua kali lipat dari gaji pokok, apa lagi punya usaha sampingan ! Bah lu bisa kaya banget.

Mengabdi Untuk Masyarakat
Efek dari mempunyai banyak waktu itulah yang bisa membuat seorang guru bisa mengabdi lebih banyak kepada masyarakat. Ingat menjadi seorang guru berarti telah menafkahkan “badannya” bukan hanya untuk dirinya sendiri melainkan untuk anak didiknya, untuk pendidikan bangsanya, 240 juta rakyat Indonesia. Seorang guru harus bisa mengabdi untuk masyarakatnya, di manapun seorang guru tinggal, dia bermanfaat untuk orang yang ada di sekelilingnya. Jujur saya sendiri semenjak menginjak usia SMA sangat tertutup atau jarang bergaul dengan masyarakat, bahkan teman-teman satu lingkungan sekalipun. Secara saat saya SMA,  pulang dari sekolah sore sekali, setelah itu mandi makan sholat dan belajar, pagi berangkat sekolah lagi. Waktu saya banyak dihabiskan di sekolah. Dengan menjadi guru, saya punya waktu untuk mengabdi kepada masyarakat.
 
Intinya adalah menjadi seorang guru adalah menjadi orang yang bermanfaat. Menjadi guru berarti ikut andil untuk membangun kader-kader "Manusia" di masa yang akan datang. Pekerjaan apa pun kalau di isi oleh orang yang baik maka pekerjaan itu akan menjadi baik, tapi pekerjaan yang baik kalau diisi oleh orang yang tidak baik maka akan menjadi tidak baik. Saya sedang belajar untuk itu, memperbaiki diri saya untuk menjadi orang baik, untuk masa depan cita dan cinta. Kelak bekerja sebagai apa pun saya akan selalu siap, demi agama, bangsa, dan negara ini. Indonesia Raya ~


Jumat, 01 Maret 2013

LESSON STUDY : Sebuah Proses Pembinaan Guru



Selama pendidikan masih ada, maka selama itu pula masalah-masalah tentang pendidikan akan selalu muncul dan orang pun tak akan henti-hentinya untuk terus membicarakan dan memperdebatkan tentang keberadaannya, mulai dari hal-hal yang bersifat fundamental-filsafiah sampai dengan hal–hal yang sifatnya teknis-operasional. Sebagian besar pembicaraan tentang pendidikan terutama tertuju pada bagaimana upaya untuk menemukan cara yang terbaik guna mencapai pendidikan yang bermutu dalam rangka menciptakan sumber daya manusia yang handal, baik dalam bidang akademis, sosio-personal, maupun vokasional.  (Akhmad Sudrajat, 2008).

"Learning would be exceedingly laborious, not to mention hazardous, if people had to rely solely on the effects of their own actions to inform them what to do. Fortunately, most human behavior is learned observationally through modeling." Albert Bandura

Seperti apa yang dikatakan Bandura, observasi merupakan salah satu bagian yang sangat  penting dalam pengembangan kemampuan. Pengembangan kemampuan guru merupakan salah satu perhatian yang sangat serius di Indonesia.  Perlu adanya sebuah observasi di dalam kelas saat dilakukannya proses pembelajaran. Dengan dilakukannya pengamatan di dalam kelas, kita bisa mengamati proses pembelajaran dan menganalisis proses pembelajaran tersebut agar mendapatkan hasil pembelajaran yang efektif. Sebuah kegiatan yang mewujudkan karakteristik ini adalah lesson study.

Lesson study telah ditetapkan sebagai model yang berharga untuk meningkatkan efektivitas guru. Dalam lesson study guru memberikan kesempatan untuk membangun komunitas belajar profesional, untuk belajar dari satu sama lain, dan untuk berpikir secara mendalam tentang konten dan belajar siswa (Dubin, 2010) Selain itu, literatur menunjukkan bahwa ia memiliki potensi besar sebagai alat yang ampuh untuk memfasilitasi pertumbuhan guru dalam pengetahuan dan pemahaman isi kurikulum, pedagogi, dan belajar siswa, dan untuk mengembangkan kebiasaan pengamatan kritis, analisis, dan refleksi (Bur-roughs & Luebeck , 2010; Chassels & Melville, 2009; Murata & Takahashi, 2002; Perry & Lewis, 2003; Stigler & Hiebert, 1999). Mulyana (2007) mengatakan bahwa lesson study sebagai salah satu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan pada prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar. Adapun menurut Sukirman (2011), lesson study adalah suatu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan saling memberi untuk membangun masyarakat belajar. Selanjutnya dikatakan bahwa, lesson study merupakan suatu model pembelajaran kolaboratif antara dosen pemberi materi dan kolaborator yang dilaksanakan dalam tiga tahapan kegiatan sebagai berikut. 1) Perencanaan (Plan). Pada kegiatan perencanaan (plan), dilakukan identifikasi masalah yang ada di dalam kelas yang akan digunakan untuk kegiatan lesson study dan perencanaan alternatif pemecahannya. 2) Implementasi pembelajaran (Do). Pada tahap implementasi (do) seorang dosen pemberi materi mengimplementasikan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) di kelas. 3) Observasi serta refleksi (See) terhadap perencanaan dan implementasi pembelajaran tersebut, sebagai upaya meningkatkan kualitas pembelajaran. Pada tahap refleksi (see), dosen yang mengimplementasikan rencana pelaksanaan pembelajaran diberi kesempatan untuk menyatakan kesan-kesannya selama melaksanakan pembelajaran, baik terhadap dirinya maupun terhadap mahasiswa. Kolaborator yang bertugas sebagai observer memberi masukan berdasarkan data yang diperoleh, sebagai dasar untuk merencanakan kegiatan selanjutnya.

Berdasarkan wawancara dengan sejumlah guru di Jepang, Caterine Lewis mengemukakan bahwa Lesson Study sangat efektif bagi guru karena telah memberikan keuntungan dan kesempatan kepada para guru untuk dapat: (1) memikirkan secara lebih teliti lagi tentang tujuan, materi tertentu yang akan dibelajarkan kepada siswa, (2) memikirkan secara mendalam tentang tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa, misalnya tentang arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara berfikir siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan, (3) mengkaji tentang hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari para guru lain (peserta atau partisipan Lesson Study), (4) belajar tentang isi atau materi pelajaran dari guru lain sehingga dapat menambah pengetahuan tentang apa yang harus diberikan kepada siswa, (5) mengembangkan keahlian dalam mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran maupun selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran, (6) membangun kemampuan melalui pembelajaran kolegial, dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa yang dirasakan masih kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya dalam membelajarkan siswa, dan (7) mengembangkan “The Eyes to See Students” (kodomo wo miru me), dalam arti dengan dihadirkannya para pengamat (obeserver), pengamatan tentang perilaku belajar siswa bisa semakin detail dan jelas (Caterine Lewis, 2002)

Bill Cerbin & Bryan Kopp mengemukakan bahwa Lesson Study memiliki 4 (empat) tujuan utama, yaitu untuk : (1) memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar; (2) memperoleh hasil-hasil tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh para guru lainnya, di luar peserta Lesson Study; (3) meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui inkuiri kolaboratif. (4) membangun sebuah pengetahuan pedagogis, dimana seorang guru dapat menimba pengetahuan dari guru lainnya. Berdasarkan wawancara dengan sejumlah guru di Jepang, Caterine Lewis mengemukakan bahwa Lesson Study sangat efektif bagi guru karena telah memberikan keuntungan dan kesempatan kepada para guru untuk dapat: (1) memikirkan secara lebih teliti lagi tentang tujuan, materi tertentu yang akan dibelajarkan kepada siswa, (2) memikirkan secara mendalam tentang tujuan-tujuan pembelajaran untuk kepentingan masa depan siswa, misalnya tentang arti penting sebuah persahabatan, pengembangan perspektif dan cara berfikir siswa, serta kegandrungan siswa terhadap ilmu pengetahuan, (3) mengkaji tentang hal-hal terbaik yang dapat digunakan dalam pembelajaran melalui belajar dari para guru lain (peserta atau partisipan Lesson Study), (4) belajar tentang isi atau materi pelajaran dari guru lain sehingga dapat menambah pengetahuan tentang apa yang harus diberikan kepada siswa, (5) mengembangkan keahlian dalam mengajar, baik pada saat merencanakan pembelajaran maupun selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran, (6) membangun kemampuan melalui pembelajaran kolegial, dalam arti para guru bisa saling belajar tentang apa-apa yang dirasakan masih kurang, baik tentang pengetahuan maupun keterampilannya dalam membelajarkan siswa, dan (7) mengembangkan “The Eyes to See Students” (kodomo wo miru me), dalam arti dengan dihadirkannya para pengamat (obeserver), pengamatan tentang perilaku belajar siswa bisa semakin detail dan jelas.
           



luvne.com luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com.com