Bangsa
yang memiliki kualitas pendidikan yang baik, dapat dipastikan bangsa tersebut
secara nyata telah mempunyai pijakan untuk membangun masa depan bangsanya.
Pendidikan merupakan investasi nyata untuk membangun peradaban suatu bangsa. Jepang
sudah membuktikan bahwa dengan pendidikan lah mereka bisa membangun hagemoni
bangsanya. Ketika terjadi tragedi pengeboman kota Hiroshima dan Nagasaki oleh
sekutu, Kaisar Hirohito tidak bertanya berapa banyak tentara yang tersisa dan
tidak juga bertanya berapa kerugiaan yang di derita negaranya. Namun, beliau
mengajukan satu pertanyaan yang sangat fenomenal. Pertanyaan itu adalah: Berapa
banyak guru yang masih tersisa ? Sang kaisar sadar untuk memulihkan rakyat
setelah perang yang panjang dibutuhkan sebuah metode kejut untuk memulihkan
mental bangsanya. Perlahan Jepang mulai menata ulang kurikulum pendidikan
nasionalnya, pendidikan formal dan informal di sajikan secara terintegrasi di dalam
institusi-istitusi pendidikan di Jepang. Semangat pantang menyerah, pendidikan
karakter, dan budaya lokal disisipkan dalam setiap materi pembelajaran. Apa
yang telah dirintis pemerintah Jepang untuk mencerdaskan bangsanya melalui
jalur pendidikan menuai hasil yang signifikan dalam waktu kurang dari setengah
abad. Negara yang porak poranda akibat
perang, beringsut secara perlahan membangun hagemoni bangsanya menjadi negara
yang disegani di mata dunia. Korelasi
antara majunya pendidikan Jepang dan kemajuan industrinya benar-benar terwujud.
Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan bangsa Jepang tumbuh menjadi negara
industri utama di Asia dan sejajar dengan bangsa-bangsa Eropa. Dunia
telah mencatat sejarah ini, bagaimana sebuah negara yang hancur akibat perang
dengan sumber daya alam yang minim bisa menjadi negara maju dengan menerapkan
metode dan dan konsep pendidikan yang sesuai dengan negaranya.
Bila
melihat sejarah betapa krusialnya peran pendidikan bagi kemajuan sebuah negara,
maka Indonesia sudah sepantasnya untuk memperbaiki kulitas pendidikan untuk
kemajuan bangsa. Terdapat banyak perspektif dalam merumuskan parameterisasi
pendidikan yang baik, namun tak bisa mengelak bahwa guru merupakan salah satu
faktor penentu kualits pendidikan. Kualitas guru adalah hal yang paling
krusial. Guru bisa diibaratkan sebagai juru kemudi dalam sebuah kapal yang
besar dan siswa menjadi penumpangnya. Guru harus mampu mengoptimalkan semua
potensi peserta didik dan mampu mengintegrasikan pendidikan formal yang di dapat
dari sekolah dengan pendidikan informal yang di dapat dari lingkungan. Selama
ini, para peserta didik kurang memahami secara jelas tujuan akhir dari
pendidikan yang mereka tempuh sehingga paradigma yang timbul adalah pendidikan
hanya merupakan formalitas belaka. Akibatnya lahirlah lulusan-lulusan yang
kurang kompeten yang tidak mampu mengimbangi perubahan zaman. Dengan munculnya
guru-guru yang kompeten, diharapkan profesi guru tidak dipandang sebelah mata
oleh masayrakat. Tidak ada lagi stigma yang muncul kalau “Guru itu manusia kolot dengan celana kulot dan kacamata melorot”
atau pun paradigma masyarakat yang muncul pada lagu “Oemar Bakrie”,
menceritakan kisah guru setiap hari yang mengajar dengan sepeda kumbang
atau membawa vespa untuk menyusuri jalan yang berliku, mengabdi selama empat
puluh tahun dengan gaji yang pas-pasan. Itu adalah paradigm guru di masyarakat
pada zaman dulu. Tidak, nasib guru sekarang tidak senaas nasib “Oemar Bakrie”. Beda masa beda
pula paradigmnya, nasib guru sekarang lebih sejahtera, Guru yang tadinya
dianggap “manusia kolot dengan celana kulot dan kacamata melorot” sekarang
menajdi sosok yang trendy, up to date, dan sangat di hargai di
masyarakat. Citra guru pun semakin hari semakin membaik karena ditunjang oleh
semakin sadarnya masyarakat tentang urgensi pendidikan.
Sebagai
perguruan tinggi yang berlabel LPTK, UPI mempunyai peran yang vital untuk ikut
merumuskan kebijakan-kebijakan pendidikan dan pencetak kader-kader pendidikan
yang berkualitas. UPI harus mampu mencetak guru-guru handal yang bisa mengoptimalkan
kemampuan siswa dan mampu mengintegrasikan pendidikan formal yang didapat dari
sekolah serta pendidikan informal yang didapat dari lingkungan. UPI harus bisa
mencetak guru yang mampu memberikan lebih dari sekedar “materi pelajaran”,
guru-guru dari UPI harus mampu memberikan motivasi, memberikan rangsangan
berpikir, memberikan pesan moral, dan soft
skill. Agar para peserta didik mampu menghadapi segala hal yang akan
terjadi di masa depannya kelak.
Kampus
UPI menjadi tempat untuk mencetak kader-kader pendidikan, sehingga perlu adanya
peningkatan pelayanan bagi mahasiswa di UPI
dalam aktivitas studi di kampus. Kampus merupakan salah satu tingkatan dalam
pendidikan, dimana di dalamnya berkumpul para intelektual, ada mahasiswa dan
juga dosen. Mahasiwa adalah orang-orang yang di didik untuk menjadi para
intelektual dan meneruskan estafet kepemimpinan bangsa. Di tangan merekalah
arah perjuangan dan perubahan dilakukan. Meningkatkan pelayanan dari sisi
akademik mau pun sarana pembelajaran bagi mahasiswa sangat urgen untuk
meningkatkan daya saing lulusan UPI. Diharapkan pembelajaran yang dilakukan di
kampus adalah pembelajaran yang ilmiah, religius, dan edukatif.
Pembelajaran
ilmiah yang dimaksud ialah pembelajaran materi perkuliahan yang utuh dan tidak
setengah-setengah, sehingga mahasiswa benar-benar mengerti serta paham apa
tujuan yang akan dicapai dalam materi perkuliahan tersebut, sehingga mampu
merangsang logika berpikir mahasiswa agar berprikir kritis dengan lingkungan
sekitar. Karena hanya mahasiswa yang mempunyai mabda dan pemikiran kritis yang
mempelajari ilmu pengetahuan dalam rangka kemaslahatan dan kebangkitan
pendidikan negara ini. Dosen sangat berperan untuk mengajarkan keilmuan yang
dikuasainya dan diharapkan mampu mendidik para mahasiswa sesuai apa yang di inginkan
oleh masyarakat dan bangsa. Motivasi
mempelajari ilmu bukan hanya sebatas untuk mendapatkan nilai dan IPK yang
tinggi, namun benar-benar disadari dengan sesadar-sadarnya bahwa ilmu itu yang
akan menjadi bekalnya kelak di masa depan.
Pembelajaran
religius adalah pembelajaran yang mampu mengubah mental mahasiswa menjadi
mahasiswa dengan hidup yang terarah dalam dinamika zaman, dalam idealisme,
dalam prinsip, menjadi pemikir masa depan, mempunyai visi untuk bangkit, maju,
dan membangun. Mahasiswa yang mampu membawa diri dan menempatkan dirinya di
masa depan kelak. Sedangkan pembelajaran yang edukatif yang dimaksud ialah
pembelajaran yang mampu mengubah pola pikir mahasiswa menjadi “Pola Pikir Pendidik”,
pola pikir bagi para guru bahwa
pendidikan bukan hanya proses transfer materi dan rumus, tapi yang terpenting
adalah bagaimana membentuk mental peserta didiknya bermoral, berani dalam
bersikap jujur, lebih kreatif, dan memiliki solidaritas yang kuat.
Mahasiswa
UPI berasal dari beragam suku, bahasa, dan agama yang berbeda. Mereka adalah
putra-putri nusantara yang berasal dari
sabang sampai marauke. Oleh karena itu, kehidupan sosial mahasiswa UPI menjadi
beragam. Namun keberagaman tidak boleh membuat mahasiswa UPI menjadi
terkotak-kotak, justru keberagamanlah yang membuat mahasiswa semakin dewasa
untuk menyadari betapa pentingnya persatuan dan kesatuan. BEM atau pun himpunan
mahasiswa adalah salah satu alat untuk menyatukan unsur perbedaan yang ada,
sehingga kehidupan multidimensi di UPI menjadi sebuah kehidupan sosial yang
harmonis. Di UPI pun ada organisasi daerah yang sengaja didirikan oleh
mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari daerah asal, seperti IKA DHARMA AYU
(organisasi daerah mahasiswa Indramayu), RAJAWALI (organisasi daerah mahasiswa Jawa), FORMASI (Organisasi daerah
mahasiswa Minang), INSUN MEDAL (Organisasi daerah asal Sumedang) dan masih
banyak lagi organisasi daerah yang lain yang tumbuh dan berkembang di UPI.
Alasan mahasiswa daerah untuk mendirikan organisasi daerah cukup beralasan,
mengingat bahwa mereka hidup jauh dari orang tua dan hidup di daerah lain yang
secara nyata mempunyai kultur budaya yang berbeda dengan daerah asal. Adanya
organisasi daerah ini cukup mengobati rasa rindu dengan daerah asal, biasanya
mereka mengadakan kumpul bersama untuk temu kangen atau sekedar ber-haha-hihi
dengan para mahasiswa se-daerah.
Harapannya
ke depan, UPI menjadi jajaran universitas terkemuka di dunia, mempunyai
lulusan-lulusan yang mampu menghadapi kemajuan zaman dan mampu membawa
perubahan bagi pendidikan di Indonesia. Status universitas LPTK tidak boleh
membuat lulusan UPI menjadi minder, justru itulah daya tawar mahasiswa UPI
dengan lulusan universitas yang lain. Perlu diingat bahwa guru sampai kapan pun
akan diperlukan, belum ada satu pun teknologi yang mampu menggantikan peran
tenaga pendidik, karena belajar bukan sekedar transfer materi seperti sumber
online di dunia maya, tetapi dibutuhkan transfer personality yang hanya ada dalam sosok seorang guru. Tetapi justru
guru lah yang mampu mengintegrasikan segala macam bentuk teknologi menjadi
sebuah media pembelajaran yang mampu memikat daya tarik siswa untuk belajar.
Kemajuan UPI menjadi tanggung jawab semua Civitas akademika UPI. Bukan saja
tugas rektor dan dosen, peran serta mahasiswa pun sangat dibutuhkan untuk
membawa UPI ke arah yang lebih baik. Diperlukan sinergi yang kuat antara
mahasiswa dan para stakeholder
pelaksana kebijakan di UPI, sehingga UPI benar-benar menjadi Universitas “Pelopor
dan Unggul” sesuai dengan visinya. Semoga semakin berkualitasnya Universitas
Pendidikan Indonesia, maka kelak akan membawa perubahan kualitas pendidikan di
Indonesia ke arah yang lebih baik.